“Rasanya kita bertiga tak bisa terlalu bersenang-senang selama satu tahun ini” Randa berkata dengan nada sinis.
“Kenapa? Ada masalah dengan nama-nama disitu?” Leo penasaran.
“Lihat saja sendiri” jawab Randa sabil menunjuk satu nama.
Leo melihat dan membaca nama yang dimaksud dan mendengus kesal. Seno ganti melihat dan dari raut mukanya menunjukkan bahwa ia juga tidak suka dengan apa yang baru saja ia baca.
“Cih, kenapa ada si pengecut itu di kelas 3-A?” gerutu Seno.
“Pelicin” tebak Randa.
“Gue setuju” sahut Leo.
Nama yang mereka bertiga maksud adalah Jonathan, anak orang kaya yang sangat dihormati oleh Dewan Sekolah karena ayahnya adalah donatur terbesar di sekolah itu. Selain itu, Jonathan adalah rival Randa dalam ekskul sepakbola. Randa sendiri keluar dari ekskul itu karena tidak tahan dengan sifatnya yang sangat sombong dan membanggakan kekayaan ayahnya yang berlimpah ruah. Keluarnya Randa disusul Seno yang sama-sama diperlakukan diskriminatif oleh pelatih ekskul sepakbola, yang pasti itu adalah akal-akalan Jonathan.
“Tapi, udah lah. Ngapain sih kita ngurusin dia? Kayak nggak ada kerjaan lain aja. Kalo dia mulai berulah, kita tinggal beresin aja” kata Seno.
“Ya sudahlah, ayo kita masuk ke kelas. Pelajaran pertama Biologi, sama Pak Bonar. Ntar kena hukum bersihin lapangan kalo telat” ajak Randa.
Leo tidak ikut ke kelas karena dia bersama Lina adalah pengurus OSIS yang akan melaksanakan MOS untuk kelas 1. Kebetulan mereka berdua akan menangani kelas 1-B, kelasnya Reni. “Kesempatan bagus buat ngerjain Reni”, pikir Leo.
“Lin, jangan bilang siapa-siapa kalau Reni itu adek gue, oke!”
“Emangnya kenapa?”
“Ada deh, gue juga udah bilang sama Reni, jadi nggak masalah”
“Terserah deh, eh tuh para fans setia lo udah menunggu dari tadi” kata Lina sambil menunjuk ke arah gerombolan cewek-cewek di depannya.
“Waduh, gawat! Bisa habis gue. Ya udah gue muter lewat jalan belakang aja, tungguin gue di kelas 1-B ya”
“Oke!”
Leo, Seno dan Randa adalah tiga cowok yang populer dengan banyak penggemar cewek. Tak hanya di sekolahnya tapi juga dari sekolah-sekolah lain. Mereka bertiga menjadi terkenal karena selain mempunyai wajah yang rupawan, juga karena mereka aktif dalam beberapa kegiatan sekolah. Leo aktif di OSIS sebagai ketua bidang olahraga, Seno di ekskul sepakbola walaupun sudah mengundurkan diri dan sekarang ia bergabung di ekskul karate. Sedangkan Randa selain menjadi anggota ekskul atletik, ia sering mengikuti lomba mata pelajaran dan tak jarang ia menjuarai beberapa dari kesemuanya.
***
Kegiatan MOS telah dimulai dan Leo bersama Lina menggiring (aduh kok pake kata “menggiring”? emangnya bebek!) siswa ke dalam kelas 1-B. Sesuai rencana, mereka ngerjain Reni habis-habisan.
“Sialan! Jadi ini alasannya gue nggak boleh bilang-bilang kalo gue ini adeknya. Awas aja kalo udah dirumah bakalan gue goreng lo, Kak Leo!” omel Reni dalam hati.
Kegiatan belajar mengajar selama masa MOS hanya berlangsung sampai bel istirahat pertama. Sehingga Seno, Randa dan Sinta bisa melihat tingkah para pengurus OSIS yang ngerjain anak-anak kelas 1. Yang paling lucu adalah saat kelas 1 mengumpulkan tanda tangan dari para pengurus OSIS. Sebelum mendapatkan tanda tangan, mereka harus melakukan “sesuatu” terlebih dahulu seperti push up, joget dan lain-lain. Tak jarang nametag pengurus OSIS ditukar atau dipasang ke orang lain yang bukan pengurus agar peserta MOS bingung.
“Eh, elo bertiga pada pake nametag ini dah” kata Andre, salah satu pengurus OSIS kepada Randa, Seno dan Sinta.
“Hah? Punya siapa tuh?” Tanya Seno.
“Udah! Pake aja terus kalo ada yang minta tanda tangan elo, kerjain dia dulu. Oke!”
“Santai, serahin ke gue ama Randa” kata Seno setuju. Sinta hanya senyum-senyum ngebayangin gimana mereka berdua ngerjain anak kelas 1.
Sesuai dugaan, tak lama kemudian beberapa anak kelas 1 ngerubungin mereka bertiga untuk meminta tanda tangan. Randa dan Seno pura-pura jual mahal dengan membiarkan mereka. Karena kasihan, akhirnya Sinta angkat bicara.
“Kalian semua mau ngapain?” sapa Sinta ramah.
“Minta tanda tangannya, Kak! Masih banyak lagi nih” kata salah satu anak kelas 1.
“Heeh? Mau minta tanda tangan? Nggak segampang itu kali” Seno sok senior.
“Kalian kalau mau sesuatu harus ada usahanya dulu” tambah Randa.
“Jadi kita harus ngapain nih, Kak?”
“Ngapain yah? Enaknya diapain nih, Sin?” Tanya Seno ke Sinta.
“Terserah deh, aku tinggal ikutin aja” jawab Sinta.
“Yaudah, kalian semua jalan pelan-pelan ke tengah lapangan terus balik lagi kesini tapi pake gaya monyet” perintah Seno.
Dengan sedikit protes, mereka melakukan apa yang diperintah Seno. Mereka bertiga tertawa melihat aksi bocah-bocah kelas 1 itu yang berjalan mirip monyet dan ditertawakan oleh anak-anak kelas 2 dan 3. Setelah selesai melakukan itu Seno kembali bicara.
“Kalian semua mau tanda tangan kita bertiga?”
“Iya, Kak! Cepetan donk masih banyak lagi yang belum dapet nih”
“Eet, dah! Berani bener lo nyuruh-nyuruh gue. Yang kalian kerjain tadi cuma berlaku buat gue doang. Kalian harus dapet perintah dari dua temen gue ini lagi kalo mau dapet tiga tanda tangan” Seno udah mulai berlagak. “Eh, elo mau ngerjain apa buat mereka nih?”
“Emm… nyanyi aja deh” sahut Sinta.
“Trus kalo elo?” Tanya Seno.
“Gue nambahin aja. Kalian pake gaya rapper, dan lagunya bebas tapi dibuat hip-hop. Kalo jelek gue nggak terima, gimana?” kata Randa.
Tanpa pikir panjang anak-anak kelas 1 langsung berunding mau nyanyi lagu apa. Setelah itu mereka memutuskan untuk menyanyikan lagu “Potong Bebek Angsa” dengan gaya hip hop. Lagu dengan style rap dan hip-hop ditambah gaya aneh mereka membuat murid-murid sekeliling mereka ngakak nggak karuan, bahkan ada yang sampai guling-gulingan saking gelinya.
Setelah selesai, Seno mengaku kalau dia, Randa dan Sinta bukanlah anggota OSIS dan segera saja suara kekecewaan keluar, “Yaaahh….. capek deh kita dikerjain”, kata anak-anak kelas 1 itu. Tapi karena kasihan dengan mereka, Seno memanggil Leo yang kebetulan ada di dekat situ dan memberitahu kalau dia anggota OSIS. Sekejap saja Leo diuber.
“Sialan lo, Seno!” kata Leo dalam hati sambil kabur dari kejaran para murid baru.
***
Ketika istirahat siang, ketiga sahabat itu bersama Lina dan Sinta berkumpul satu meja di kantin. Mereka bertiga memang tidak sembarangan menerima orang lain duduk satu meja bersama orang lain selain Lina dan Sinta karena menurut mereka hanya mengganggu saja. Saat bercakap-cakap, Leo memanggil adiknya yang tak jauh dari mereka.“Eh…Reni, ayo kesini makan bareng!” ajak Leo.
Tindakan Leo membuat keempat temannya yang lain heran, apa sih yang dipikirkan Leo. Tapi, mereka diam saja. Dan akhirnya Lina dan Seno ikut mengajak Reni.
“Kak Leo, nggak apa-apa nih aku gabung ama yang lainnya?” Reni berkata agak takut-takut.
“Udah duduk aja, nih masih ada tempat duduk lagi” kata Leo sambil menyambar satu tempat duduk.
“Lagipula kalo begini kan jadinya pas tiga cowok dan tiga cewek. Iya nggak, Randa?” sahut Seno
“Ya, tapi dengan tindakan lo tadi apa para penggemar elo bakal protes?” kata Randa.
“Iya juga sih, kita kan nggak sembarangan nerima orang lain tapi dengan gampangnya tiba-tiba narik Reni gabung. Apa kata mereka nanti?” Tanya Lina.
“Sama saja kan kayak elo, Lin” Leo menanggapi.
“Iya sih. Eh, Ren mulai sekarang hati-hati yah sama para penggemar ketiga artis sekolah ini. Mereka ganas-ganas, loh” Lina menakut-nakuti Reni.
“Aaaa… gimana nih Kak Leo, Reni kan jadi nggak enak nih” Reni pura-pura takut..
“Udah, nggak apa-apa sih. Lagipula sebenarnya Kakak begini untuk menjaga kamu juga”
“Menjaga bagaimana?”, Sinta akhirnya bicara.
“Oke, gue kasih tahu alasan kenapa gue nyuruh elo semua buat nggak bilang-bilang. Selain mengusir para cewek yang sok kecakepan itu, juga agar Reni nggak dideketin sama si anak tajir itu”, Leo berkata sambil menekankan kata yang menunjukkan Jonathan.
“Oo, gue ngerti. Dengan cara itu ada dua keuntungan. Pertama, Reni pasti nggak bisa sembarangan dideketin cowok. Kedua, elo sendiri bisa bebas dari penggemar cewek elo, kan?”, Randa mulai mengerti maksud Leo.
“Ting Tong! Bener. Eh, Ren kamu setuju dengan cara Kakak?”
“Terserah deh” kata Reni cuek sambil nyeruput es jeruknya.
Bersambung…